JalanSemut - Barang siapa yang mempelajari ilmu politik pasti memahami, identitas menjadi salah satu daya tarik dalam politik. Identitas tersebut dapat beragam, mulai dari indentitas etnik, agama an idiologi. Identittas menjadi dasar pembeda antara satu kelompok dengan kelompok lain. Hubungan antarakelompok dengan berbeda inilah yang turut mempengaruhi stabil tidaknknya demokrasi maupun tubuh kembangnya kehidupan ekonomi di sebuah negara.
Berdasarkan cara pandang ini bagi segelintir ilmuan politik, demokrasi yang shat haruslah dibangun dari masyarakat, yang sehat pula. Oleh karena itu, interaksi antarmasyarakat yang memiliki latar belakang identitas hingga menjadi sebuah jaringan yang saling menukar informasi dan bekerja sama menjadi kunci (putnam, R D (2007). 'E pluburibus unum:Diversity'. Scandinavian political studies,30(2), 137-174.). Istilah ini bagi ilmuan sosial politik humanipora disebut dengan modal sosial
Persoalan tidak selalu mudah untuk membangun kerja sama lintas indentitas ini. Fenomena penembakan di Charlie Hebdo di Paris langsung dikaitkan dengan agama. belum terhitung pula konflik dari lain seperti pernembakan bebau ras di Ferguson Amerika Serika. Rentenan kejadian ini menunjukan bahwa dunia ini menghadapi persoalan serius dalam hal keragamanan. Apabila tidak dapat dikelola dengan baik, keberagaman ini dapat menjadi bencana lagi bagai perdamaian dunia. Hal ini sudah terliha, misalnya dari semakin menguatnya partai-partai berbasis sentimen kelompok etnis sendiri (xenophobia) di pemilu Eropa lalu.
Fenomena global ini patut untuk menjadi ceriman banghsa dan negara Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis yang disatukan dalam satu idiologi/dasar falsafah negara (philoso-phie grondslag) yakni Pancasila. Sebagai dasar falsafah negara, Pancasila perlu menjadi simpul kunci dari interaksi antarmasyarakat. Hal ini berbeda dengan bagaimana Pancasila ketika dijadikan alat bagi keabsahan kelangsungn kekuasaan Orde Baru. Perlu stategi lain agar Pancasila dapat membimi dan menjadi simpul kuat yang menjawab tantangan fenomena masyarakat di abad 21 yang kain terpolarisasi ke dalam simpul-simpul etnisitas maupun agama (ibid)
Jelas, pengelolahan, keberagaman menjadi kunci menjalin kerja sama lintas kelompok etnis maupun agama. Pancasila memegang peranan penting dalam mengelola keberagaman tersebut mengingat dalam Pancasila, unsur ke-Tuhanan dan kepentingan sosial menjadi kunci. Agenda mendorong Pancasila menjadia perekat bangsa menjadi mendesak. Kerja sama antarkelompok yang berbeda diatataran akar rumput menjadi basis penting keberlangsungan masyarakat untuk menciptakan stabilitas ekonomi, kesejahteraaan sosial dan keamanan (ibid).
Pemerintah perlu melakukan beberapa langkah untuk mendorong ineraksi antarkelompok tersebut. Pertama, memperkuat identitas dan kepetingan bersama. Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila dapat diperas kembali sari patinya menjadi Trisila, yakni sosio-nalsionalisme. sosio-demokrasi dan Ke-Tuhanan. Trisiila pun dapat kembali diperas saripatinya menjadi ekasila, yakni Gotong Royong. Bernar, gotong royong menjadi penting untuk kembali digalakan oleh pemerintah. Hal ini menjadi basis agar lintas kelompok didalam masyarakat saling terbuka dalam melihat pendapat dari kelompok masyarakat yang bertentangan di dalam musyawarah sama, dan logika berpikirlah yang dikedepankan. Musyawarah mungkin tidak dapat mengasilkan kesepakatan penuh, bahkan kadang sepakat untuk tidak sepakat, namun mufakat hasil dari musyawarah di dasari kesepahaman perbedaan logika antarkelompok dan menentukan opsi yang terbaik bagi semua. Musyawarah dapat menjadi mekanisme peredam konflik serta penyaluran aspirasi masyarakat yang mendorong kerjasama atarkelompok.
Keberagaman apabila tidak dapat dikelola dengan baik dapat menjadi persoalan serius bagi bangsa dan negara Indonesia. Oleh karenanya pemerintah perlu dengan sadar betul menyusun program yang dapat mengatasi ledakan bom waktu keberagaman. Ingat, keberagaman adalah kekuatan dan keberagaman merupakan aset bagi bangsa Indonesia.